Sudahkah Kegiatan Kita Bernilai Ibadah?
Hikmah Hari Ini
Rabu, 20 Agustus 2014
Oleh Riyan Pranamulya, S.Sos.I
Hari ini di taklim dan rapat pagi pada bagian ADM, Tata Usaha, dan administrasi kesiswaan serta MarKom MIMHa membacakan Surat Al Baqarah ayat 38 – 48 oleh Ust. Tiwan dengan penjelasan Kang Fakhri yang mengingatkan perihal jangan menyatukan niat yang baik dan yang buruk disetiap aktivitas kita sehari-hari.
Saat itu adalah saat dimana kita mendapatkan hikmah ilmu yang sangat berkesan, karena penulis pribadi merasakan bertambahnya ilmu dan pengingat yang cukup membuat kita merenung seketika dan mencoba mengkaji kembali hal-hal yang telah kita lakukan.
Dimulai dari ketika Ust. Tiwan menceritakan bahwa ada seorang Ustadz yang menjadi langganan menjadi pembimbing haji disetiap tahunnya. Kita pasti berfikir bahwa pastinya ustadz tersebut memiliki segalanya perihal pemahaman dan kemampuan dalam keilmuan agamanya. Oleh sebab itu, beliau selalu terpilih menjadi pembimbing haji. Namun apabila kita mengetahui sepeninggalnya beliau, setiap orang pasti menyayangkan apa yang telah terjadi. Karena di akhir hayat ustadz tersebut, beliau melakukan dosa yang sangat teramat disayangkan untuk orang selevel beliau, yaitu bunuh diri. Hal ini dimungkinkan karena nilai ibadah dari setiap kegiatan yang beliau lakukan hanya menjadi sebuah rutinitas yang selalu terulang tanpa nilai lebih sebagai kegiatan yang mendapatkan nilai tambah dari Allah Swt. “ruh” ibadahnya bisa jadi menghilang seiring dengan terlupakannya Allah dalam setiap kegiatan rutinitasnya. Bisa jadi kita termasuk kedalamnya, dan tidak dapat merasakan nilai ibadah dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Shalat kita sekedar shalat, dan hanya itu yang menurut kita adalah terkategorikan sebagai kegiatan ibadah, shaum senin-kamis, baca Al Quran, atau shalat tahajjud. Sedangkan kegiatan seperti bekerja, belajar, berbicara sopan dan santun, atau kegiatan lainnya diluar ibadah mahdah kita tidak masukkan dalam kategori ibadah. Dan sejatinya semua kegiatan kita harus bernilai ibadah karena hal ini senada dengan perintah Allah dalam Al Quran bahwa jin dan manusia, diciptakan untuk beribadah.
Hikmah dari cerita tersebut menyadarkan kita bahwa setiap hal yang senada dengan seruan ibadah tak hanya harus dipandang sebagai sesuatu yang teramat penting dalam setiap helaan nafas dalam kehidupan kita, namun hal tersebut sepatutnya menyita pemikiran terdalam kita selaku hamba Allah yang memiliki tugas sebagai penghamba yang beribadah pada majikannya Allah Swt. Yaitu dengan sungguh-sungguh memaknainya sebagai salahsatu bagian yang tidak bisa dilepaskan dari setiap tindak-tanduk kita dalam menjalani segenap aktivitas dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pentingnya hal ini berkaitan langsung dengan bagaimana kita menempatkan Allah sebagai tujuan akhir dari setiap hal dalam kehidupan kita. Pak tiwan menamakannya sebagai “getaran ibadah”. meskipun dalam tataran praktisnya kita akan sedikit kebingungan dalam memahaminya sebagai hal penting yang tidak dapat disepelekan. Getaran ibadah ini, dapat dimaknai sebagai motivasi tambahan yang sebenarnya sangat kita butuhkan sebagai nilai tambah dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Hal sederhana seperti mandi saja, akan menjadi kegiatan yag bermakna ibadah bila kita melakukannya dengan ikhlas menurut penilaian disisi Allah. Sederhananya, kita mandi tidak hanya sekedar membasahi badan, namun melakukannya dengan cara maksimal yang akan menghasilkan hasil terbaik pada aktivitas mandi kita. Biasanya karena waktu yang mepet atau karena suhu airnya terlalu dingin pada waktu subuh, kita mandi tanpa menggunakan sabun. Padahal tujuan penggunaan sabun bukan hanya untuk membersihkan kotoran semata, tapi dapat membuat proses hubungan sosial kita semakin berkualitas karena orang lain merasakan kenyamanan dari cara kita memaksimalkan dalam membersihkan badan dengan “bukan sekedar mandi” tersebut ketika berinteraksi dengan kita. Pada akhirnya semua itu menitikberatkan pada dua pilihan yang harus kita pilih tanpa pilihan yang lain.
Seperti ya dan tidak, benar dan salah, atau mau atau tidak mau. Contohnya, ketika kita bangun pagi, pilihannya apakah setelah bangun kita mau membacakan doa setelah tidur atau tidak. Kita pandang dari sudut pandangan Allah. Pastinya Allah lebih menyukai pilihan pertama dibandingkan yang kedua. Itulah maksud dari kegiatan yang bernilai ibadah. Wallohua’lam.