Pendidikan Berbasis Kararakter Tauhid
PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER TAUHIID
Rabu, 10 Desember 2014
http://www.gurubelajar.wordpress.com
Oleh : Agus Awaludin, S.Pd.
A. Pendidikan Sebagai Interaksi
Membicarakan pendidikan pada dasarnya tidak lepas dari membicarakan manusia itu sendiri, karena hanya manusia yang memiliki potensi untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan merupakan proses interaksi yang disengaja dan terencana dalam bentuk bimbingan dari orang dewasa kepada orang yang akan menginjak dewasa. Oleh sebab itu, tidak semua interaksi dapat dikategorikan sebagai sebuah proses pendidikan, interaksi yang dikategorikan pendidikan memiliki beberapa syarat.
1. Adanya pribadi yang berada di posisi mendidik dan peserta didik.
2. Interaksi yang dilakukan oleh pendidikan memiliki tujuan.
3. Interaksi dilakukan secara terencana dan disengaja.
4. Pendidik memiliki bentuk evaluasi untuk mengetahui perubahan yang terjadi dari peserta didik.
Tujuan pendidikan yang dikehendaki dalam pendidikan terlihat dalam perubahan peseta didik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan holistik seperti inilah sebagai muara yang dikehendaki dalam proses pendidikan. Dalam implementasinya pendidikan merupakan proses interaksi yang tidak bebas nilai. Sengaja atau tidak pendidik mewariskan pula nilai yang dianut baik terencana atau tidak. Nilai-nilai yang diajarkan inilah yang kedepannya mempengaruhi pilihan hidup yang mereka (baca peserta didik) lakukan dalam kehidupa sehari-hari.
B. Pendidikan Tauhid
Pendidikan Tauhid merupakan proses interaksi terencana dan sengaja dengan tujuan tertentu dan dilandasi nilai-nilai tauhid. Posisi tauhid dalam pendidikan tauhid merupakan materi dan juga sekaligus nilai-nilai dasar yang diyakni mulya dan harus diwariskan oleh pendidik kepada peserta didik.
Akar pendidikan tauhid adalah keyakinan yang didasarkan ilmu bahwa manusia merupakan hamba dan khalifah Allah SWT. Dasar itu menuntut untuk menjadikan Allah SWT sebagai tujuan dari seluruh aktivitas yang dilakukan (Albayyinah:5). Aktivitas yang dimaksud selanjutnya dikenal dengan terminologi sebagai aktivitas amal saleh. Dengan demikian pendidikan tauhid mengajarkan nilai-nilai yang menjadi syarat terpenuhinya suatu amal sebagai amal saleh, yakni aktivitas yang tidak hanya di dasarkan penerimaan dikalangan manusia tapi mutlak diterima dalam persyaratan amal yang diterima oleh Allah SWT.
Sebagai sebuah pendidikan, pendidikan tauhid harus memenuhi syarat-syarat pendidikan sebagaimana telah dinyatakan diatas.
1. Pendidikan tauhid diajarkan oleh pendidik yang memiliki nilai-nilai tauhid kepada peserta didik.
2. Tujuan pendidikan tauhid adalah menegakan tuntutan tauhid yakni menjadikn muara seluruh amal sebagai pengabdian tulus hanya kepada Allah SWT.
3. Pendidikan tauhid dilakukan secara sengaja dan terencana dalam bentuk materi yang tegas .
4. Evaluasi dilakukan pendidik untuk melihat perubahan prilaku pesera didik.
C. Materi Pendidikan Tauhid
Sebagai sebuah pendidikan, pendidikan tauhid memiliki nilai-nilai yang harus eksplisit untuk diajarkan kepada peserta didik. Materi yang eksplisit ini dilandaskan dengan standar nilai yang jelas sehingga tidak menimbulkan kebenaran relatif yang membingungkan peserta didik terutama pada level pendidikan dasar. Dalam pendidikan tauhid standar nilai itu dapat kita rumuskan sebagai berikut.
1. Kebenaran itu mutlak milik Allah SWT
2. Untuk memahami kebenaran itu kita kembalikan kepada tuntutan yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai sumber kebenaran yakni Alquran dan sunnah. “ Dan apabila kalian berselisih dalam satu urusan maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul”.
3. Apabila bingung memahami Alquran dan hadits maka Allah SWT memberi tuntunan untuk bertanya pada ulama. “Maka bertanyalah pada Ahludzdzikr (ulama) jika kamu tidak mengetahui.
4. Apabila membutuhkan rujukan hidup maka rujukan itu langsung kepada orang yang Allah legitimasi kemaksumannya yakni Rasulullah SAW. “sesungguhnya telah ada pada diri Rasul suri tauladan yang baik”.
Materi pendidikan tauhid dapat dirumuskan dalam 5 nilai pendidikan tauhid yang berisikan 5 syarat suatu amal dikategorikan sebagai amal saleh yang diterima Allah.
1. Ikhlash, pada materi ini peserta didik diajarkan untuk menjadikan muara aktivitas hanya berharap balasan dari Allah SWT
2. Mencontoh Rasul, sebagai manusia pilihan Allah SWT Rasul memiliki posisi teladan yang harus diikuti agar pengabdian yang dilakukan manusia dapat dikategorikan ibadah yang benarkan.
3. Ilmiah, pada materi ini semua amalan harus mrujuk pada kebenaran yang Allah SWT turunkan yakni Alquran dan sunnah.
4. Orientasi Akhirat, dalam materi ini peserta didik diajak untuk menjadikan hidupnya agar berhati-hati karena seluruh amalan didunia ini akan mendapatkan balasan setimpal diakhirat.
5. Meninggalkan efek yang buruk, lebih jauh dari sebuah amal adalah meninggalkan hal-hal yang menimbulkan mudlarat yang lebih besar misalnya meninggalkan rokok atau hal lainnya yang menimbulkan efek mudlarat yang besar bila dilakukan walalupun tidak ada larangan yang eksplisit.
Untuk di MIMHa 5 nilai ini dirumuskan dalam 5 nilai dasar tauhid, yaitu.
1. Ikhlash
2. Jujur
3. Adil
4. Tanggung Jawab
5. Santun
D. Pendekatan Pendidikan Tauhid
Pendekatan pendidikan tauhid dituntut lebih dari sekedar pendidikan moral. Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domein affection atau emosi). Memakai istilah Lickona (1992) komponen ini dalam pendidikan karakter disebut “desiring the good” atau keinginan utnuk berbuat kebaikan. Menurut Lickona pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.
E. Pendekatan Belajar
Dalam meujudkan pendidikan tauhid pendekatan belajar dapat dilakukan melalui pendekatan belajar 4M, yakni :
1. Menyenangkan
2. Mengasyikan
3. Mencerdaskan dan
4. Menguatkan karakter
Menyenangkan anak menyangkut pola asuh islami yang seimbang antara kasih saying dengan kedisiplinan, dalam hal ini penerimaan seluruh warga sekolah baik itu murid, guru, manajemen sekolah, penjaga sekolah dan orang tua merupakann modal sekolah sebagai tempat yang menyenangkan sehingga anak kecil kemungkinan tidak mengalami luka secara psikologis karena semua pihak dalam sekolah menjadi pihak yang ramah terhadap perkembangan psikologis anak. Mengasyikan, menjadikan anak terlibat dalam proses pembelajaran merasa terlibat dalam proses belajar karena apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang bisa mereka lakukan dan langsung merubah prilaku mereka inilah pembelajaran yang sesuai dengan konteks lingkungan, anak tidak melangit tanpa anak tahu hakikat dan apa yang harus mereka lakukan setelah belajar usai. Mencerdaskan, tidak ada kata bodoh pada sekolah ini yang terbangun adalah sekolah yang berpandangan seperti Nabi Khadir saat berkata kepada Musa :“wahai Musa aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui dan engkau Musa mengetahui apa yang tidak aku ketahui”,
Subhanallah tidak ada lagi anak yang tidak menerima dengan potensi dan keberadaan dirinya anak-anak dalam lingkungan seperti ini menjadi anak yang bersyukur dan bahagia dengan apa yang Allah berikan kepada mereka.Menguatkan karakter, salah satu hal yang perlu kita akui adalah bangsa ini tidak kurang ribuan sarjana tercetak setiap tahunnya dinegeri ini tapi lihat bagaiama karakter bangsa ini, tidak terlihat lagi sebagai bangsa yang bernilai hal ini terjadi karena terjebak dengan sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata, dimanakah pengajaran karakter bangsa kita yang ramah, jujur, tanggung jawab, penuh senyum bisa kita wariskan untuk anak-anak penerus bangsa ini padahal hal inilah yang akan membentuk karakter bangsa kita.
Betul bahwa aspek kognitif adalah sesuatu yang penting bagi aspek pendidikan kita tapi manusia sebagai objek pendidikan tidak hanya diwakili oleh kognitifnya tapi juga afektif dan motoriknya maka penting bagi kita melihat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang utuh dengan berbagai aspeknya sehingga pendidikan mampu melayani dan mengoptimalkan semua potensi tersebut melalui pendidikan yang tidak hanya berorientasi angka tapi juga pembentukan hatinya.
F. Evaluasi Pendidikan Tauhid
Evaluasi pendidikan tauhid bersifat holistik berbasis proses untuk itu penilaian diukur hendaknya bersifat portofolio yang menggambarkan kondisi anak saat awal pendidikan hingga akhir proses pendidikan tauhid.
G. Profil Lulusan Pendidikan Tauhid
Output pendidikan tauhid dalam rangka membentuk peserta ddidik yang bahagia dan bersyukur menjadi dirinya sendiri, bakat dan potensinya teraktualisasi, berkontribusi dengan semangat rahmat bagi semesta alam. wallohu a’lam