Ada “Kebakaran” di MIMHa

Ada “Kebakaran” di MIMHa pada Special moment hari kamis, 13 Maret 2014.



Lomba Tahfidz “Melukis Dunia Dengan Al-Qur’an”

MIMHa mengembangkan sebuah ajang uji kompetensi tahfidz (lomba) yang memadukan kompetensi dan populis (manfaat bagi orang lain). Dalam kegiatan ini dipilih siswa dan guru yang  kompetensi alqurannya baik  sekaligus disukai temannya, dengan demikian akan terlahir generasi Alquran yang menjadi idola untuk orang-orang disekitarnya. Maka wujudlah khoirunnas anfauhum linnas. InsyaAllah.

Bermain & Belajar di Kidzania Jakarta

Alhamdulillah pada hari kamis, 20 Februari 2014, kelas 1 a, 1b dan 1c MI Miftahul Huda berkunjung ke Kidzania Jakarta. Perjalan panjang dan melelahkan tetapi juga luar biasa, semua siswa benar-benar menikmati perjalanan.

 

Artikel : Jangan Jadi Sekolah Yang Membodohkan

Oleh. Agus Awaludin

(sebuah autokritik pendidikan di sekolah kita)

Melihat Lebih Dalam

Setiap kita bila ditanya di manakah tempat mencerdaskan generasi penerus bangsa maka sekolah tentulah masih tempat yang paling diharapkan. Karena hal Itulah mengapa sebagian besar orang tua percaya untuk menitipkan anaknya di sekolah-sekolah kita. Dan bermilyar-milyar bahkan trilyunan rupiah digelontorkan untuk mewujudkan harapan tersebut.

Namun tidakkah mata kita terbuka sejatinya sekolah telah menjadi tempat pembodohan anak-anak kita. Bagaimana tidak, saat ukuran keberhasilan ditentukan hanya dengan ukuran akademik, sehingga seluruh energi sekolah diarahkan untuk mengoptimalkan satu sisi ukuran kecerdasan itu. Maka yang terjadi ribuan bahkan ratusan ribu anak-anak kita kini telah menjadi korban pembodohan pendidikan karena tidak lulus ujian.

Padahal kita menyadari betul bahwa kualitas suatu pendidikan sangatlah sempit bila hanya dinilai dan ditentukan oleh sisi akademik semata apalagi hanya menekankan aspek kognitif. Kondisi penilaian seperti ini menurut pandangan saya secara nyata bertentangan dengan  tujuan pendidikan Indonesia yang kita susun sendiri sebagaimana tercantum dalam dalam UU SIDIKNAS RI No.20 tahun 2003 BAB II Pasal 3 yang menyatakan:

”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Di lain hal,  penilaian keberhasilan dalam pendidikan seperti ini tentu sangat bertolak belakang dengan keyakinan kita bahwa manusia ini diciptakan oleh Allah SWT dalam beragam potensi yang berbeda-beda, sehingga sangat tidak adil bila kita hanya mengukur keberhasilan dan kegagalannya hanya ditentukan dari sisi kognitif ini semata. Dan bila kita hubungkan dengan teori Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, yang menjadikan potensi kognitif hanyalah sebagian saja dari potensi-potensi lainnya maka semakin jelaslah ujian tidak bisa jadi satu-satunya ukuran keberhasilan pendidikan.

Tentu tulisan ini bukan untuk menambah polemik prokontra tentang UN yang sudah baru-baru ini kita laksanakan.  Namun tulisan ini kami harapkan sebagai sebuah penguatan guna menjadikan sekolah kita sebagai tempat untuk menemukan kecerdasan anak-anak kita. Dan bukannya tempat dimana anak kita menjadi anak-anak yang dicap sebagai anak “bodoh”.

Fokus Pada kelebihan

Hasil Penelitian Gallup tentang bagaimana mewujudkan kesuksesan dengan melakukan riset terhadap 2 juta penduduk Amerika didapatkan rumusan bahwa kunci utama untuk mencapai prestasi, sukses dan bahagia adalah dengan mendayagunakan kekuatan, bukan dengan mengoreksi atau mengatasi kelemahan. Berkaitan dengan hal ini saya teringat terhadap hadits Nabi bahwa “Allah SWT menyukai hambanya yang kuat dibandingkan hambanya yang lemah walaupun padanya ada masing-masing kebaikan.” Bila hadits ini dihubungkan denganpernyataan tidak ada manusia yang tidak punya kelemahan, maka setiap kita pasti menjadi manusia yang tidak disukai Allah, sehingga tidak mungkin kita akan mencapai derajat dicintai dan lebih disukai Allah, karena setiap kita punya kelemahan. Tapi bila hadits ini dimaknai: Allah akan lebih menyukai orang yang mengoptimalkan kelebihan yang dimilikinya dan dia fokus untuk mengembangkan kelebihan itu, maka setiap kita punya kesempatan yang besar menjadi hamba yang disukai oleh Allah swt. Disinilah kunci awal bagi sekolah yang ingin menjadikan sekolahnya sebagai tempat mencerdaskan,  perlu memiliki pandangan untuk fokus pada kelebihan setiap anak didiknya serta usaha mengembangkannya dan mencoba untuk “memaafkan” kekurangannya karena setiap anak kita pasti memiliki kelebihan disamping pasti memiliki kekurangan.

Pembelajaran Mencerdaskan

Setelah paradigma awal sekolah mencerdaskan kita miliki, selanjutnya sebagai kunci keduanya adalah memastikan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah diarahkan pada proses pembelajaran yang menghargai dan melayani seluruh potensi kecerdasan anak kita. Disinilah perlunya beragam pendekatan pembelajaran dan beragam metode penilaian yang variatif agar anak-anak kita bisa dilihat dari berbagai segi kecerdasan yang dimilikinya. Pada tahapan ini, sekolah perlu memfasilitasi peningkatan kemampuan guru agar mampu memberikan pelayanan pendidikan yang mencerdaskan dan kesabaran untuk tidak melihat anak didiknya hanya dari satu sisi kecerdasan, sehingga jadilah sekolah kita sekolah yang menemukan kecerdasan, bukan sekolah yang membodohkan anak- anak didiknya. Wallahu a’lam.

 

Artikel : Bukan Sekedar Sekolah

Oleh : Agus Awaludin

Wahai orang-orang yng beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka..Al Aayaah

Sekolah, Pesantren dan Rumah

Berbicara tentang pendidikan kita akan bertemu dengan tiga tempat yang terlibat dalam pendidikan yakni sekolah, pesantren dan rumah. Ketiga wadah pendidikan ini memiliki konsep sendiri dalam persepsi kita. Sekolah saat ini lebih dipandang bersifat pendidikan yang menekankanpa da aspek keahlian dunia dan sangat sedikit membekali aspek kesolehan sehingga tidak aneh bila ada yang melihat lembaga sekolah sebagai lembaga pewarisan sekulerisasi. Berbicara pesantren maka persepsi kita akan terbayang sebuah lembaga pendidikan yang mewariskan agama namun sangat sedikit membekali keterampilan teknis sehingga jangan aneh bila ada yang melihat pesantren sebagai lembaga pendidikan yang menjadikansisw anya kurang kompetitif dalam masalah teknis keduniaan. Melihat rumah kita akan berfikir sebagai wadah awal dan pemegang kebijakan kemana pendidikan generasi berikutnya akan diarahkan oleh orang tuanya.
Melihat persepsi ini maka ketiganya disekat oleh peran sekolah memiliki peran pewarisan aspek intelektual dn teknis dunia, pesantren ber peran dalam pewarisan agama dan rumah berperan dalam memutuskan pewarisan apa yang akan diberikan.

 

Bukan Sekedar Sekolah

Posisi madrasah saat ini merupakan titik pertemuan antara sekolah dan pesantren dimana rumah menginginkan anaknya memiliki pewarisan agama dan pewarisan keahlian teknis dunia. Dua peran ini tentu akan membuat madrasah memerlukan ekstra energi agar kompromi tujuan pendidikan ini bisa terlayani. Disinilah Madrasah memiliki keunggulan dan nilai strategis sekaligus memerlukan energi yang besar pada zaman sekarang ini dan mungkin kedepan. Namun bila madrasah mampu memainkan posisinya maka prosisi Madrasah akan menjadi pilihan dari berbagai pilihan dalam melayani tujuan pewarisan dari lembaga pendidikan yang disebut rumah. Semoga peluang ini menjadi tantangan dan eluang yang dikelola oleh para pengelola madrasah sehingga lembaga madrasah bukan sekedar sekolah tetapi memiliki banyak manfaat kepada sebanyak mungkin manusia disekitarnya. Wallahu a’lam